Rabu, 02 Maret 2011

PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL

PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL

Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.

Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?

Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.

PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.

Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.

Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).

Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.

Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.

Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.

Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.

Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi seperti diatas.

Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.

Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?

Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.

Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.

Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.

PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.

Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat) telah lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa ini.

Selanjutnya, semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain sekarang. Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti begini, nanti begitu. Pokoknya semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi perbuatannya. Contoh sederhana, kita sering melihat di TV ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong atau ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal mereka sudah digaji, bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor hanya untuk tidur atau tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau TV tidak ada kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau bulan berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku yang kurang etis terhadap pejabat. Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten. Padahal pejabat tersebut seorang yang bergelar S2 atau bahkan Prof. Dr. Inikah orang-orang yang dihasilkan oleh pendidikan nasional kita selama ini?

Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.

NATIONAL EDUCATION MORAL
 Indeed we must admit that there are between (individual) current young generation who prefer the easy emotions and muscle than mind. We'll see, brawl no longer belongs to junior and senior high school students but has penetrated the world of campus (still remember the death of a student at the University of Jambi, the beginning of 2002 due to a fight inside the campus). Or we rarely (or never) see a demonstration of courtesy and does not interfere with other people, both the spoken words and behaviors that are displayed. We also sometimes be doubt whether the student demonstrations conducted purely for the benefit of the people or the official orders.
In addition, news of vehicle theft both two and four wheels, drug users or even the dealers, extortion and robbery that almost every day coloring each line of life in our beloved country is mostly done by unscrupulous educated group. All this so a big question why this happens?. Is the world education (from elementary school to PT), we are no longer teach ethics and the principle of mutual love - love to the students or the students or the curriculum of higher education have forgotten the principle of harmony between the members? Or is this the result of our education system for this? or Is this due to the behavior of our officials?
On the other hand, acts of corruption, collusion and nepotism that makes this nation with all its messy permasalahanya both in the field of security, political, economic, social, cultural and education is mostly done by people who have high educational background in both domestic and abroad. And worse, the era of reform rather than diminished, but even more so. So when this multidimensional crisis will end no signs.
EDUCATIONAL NEED a moral You and I as very perihatin Youths with state of the next generation or future generations of the Indonesia nation today, who live, lived and grew up in the earth of this republic. To prepare the next generation of moral, ethical, courteous, polite, faithful and devoted to God Almighty to do the things that allowed it to happen even if takes a long time.
First, through a national education immoral (I do not want to say that our current education is immoral, but this fact in the community). What does the National Education and the Fate of the Successor Generation? Are closely interwoven. Education is essentially a tool for setting up a moral human resources and superior quality. And human resources is a real reflection of what has been education sumbangankan to progress or decline of a nation. What has happened to the Indonesian people today is as a contribution to our national education so far.
National education has been mengeyampingkan many things. Our national education should be able to create personal (future generations) a moral, independent, mature and mature, honest, noble, virtuous noble character, behave politely, shameless and arrogant and not concerned with the interests of the nation rather than personal or kelompok.Tapi fact we can see today. Officials who engage in corruption, collusion and nepotism in both the legislative, executive and judiciary are all educated people who are not even half-hearted, their degree of S1 until Prof. Dr. Another example, in the fields of politics even worse, there are twin parties, board members involved drugs, a fight when the trial, gontok-engage in conflict within the party since gaining a certain position (How would fight for people's aspirations within the party if it is not compact).
And still remember when the sale and purchase of the words vituperation ("bastards") in Bulog trial conducted by people who understand the law and highly educated. Do people like this that we rely on to bring this nation forward? Do they not realize their behavior will be imitated by the younger generation now in the future? In the world of education itself there is deviation-perverts are very severe, such as the sale of an academic degree from S1 to S3 even the professor (and oddly enough the perpetrator is a person who understands about education), much class, teachers / lecturers who cheat by often come too late to teach, change the value to get into your favorite school, plagiarized thesis or a thesis, nyuap to become civil servants or nyuap to move up so there is a promotion la Naga Bonar.
At the basic education up to secondary level, the same severity, the beginning of each new school year. Parents busy with his son NEM (untungsnya, NEM was not used again, who knows what else the way they are), if need be inflated to get into the schools favorite. Even if the low son NEM, the most practical way is to find the lobby to enter the desired their children to school, if necessary nyuap. The behavior of parents like this (especially among the rich) is indirectly already teach their children how to commit fraud and deception. (Hence not weird now so many individual officials swindler and liar people). And many more who do not need I mention one by one in this paper.
Back to the national education a moral (I mean the education that young people can print from elementary school to a moral PT. Where is the education process must be able to bring students toward maturity, independence and responsibility, shameless, not wishy-washy, honest, polite, berahklak noble, virtuous noble character so that they no longer depend on family, community or nation after completing pendidikannya.Tetapi contrary, they can build this nation with the wealth we have and internationally respected throughout the world. If this nation no longer needs to rely on debt to development. So that other countries do not arbitrarily dictate this nation in various spheres of life.
In other words, the transformation process to students of science should be done with style and way too immoral. Where when the ongoing transformation process of science in elementary through PT the educator must have a morality that can be used as role models by students. An educator must be honest, cautious, berahklak noble, do not cheat, do not obtrude, behave well mannered, disciplined, no arrogance, no shame, not wishy washy, to be fair and friendly in the classroom, family and community. If teacher educators ranging from elementary school to PT has the properties as above. Our country may not be messy like this.
Second, changes in national education should not only fixated on curriculum changes, increased budget for education, improvement of facilities. Suppose that the curriculum has been revamped, the education budget has been upgraded and fully equipped facilities and salaries of teachers / lecturers have increased, but if educators (teachers or lecturers) and the education bureaucrats and policy makers do not have the properties as above, it feels these changes will in vain. Implementation in the field will be far from the expected and the impact of the education process on the younger generation will be the same as today. In this case I do not pretend to corner the teacher or teachers and education bureaucrats and policy makers as the cause of the collapsed educational process in Indonesia today. But the actors who behave in deviant and immoral should soon change as early as possible if you want a generation as above.
In addition, the higher education budget is not necessarily going to change quickly the current state of our education. In fact, a high budget will lead to more high CCN if there are no strict controls and high morality of the budget user. With a budget of about 6% only have rampant corruption, especially 20-25%.
Third, apply fair and Eliminate the difference. When I was in school first, there are some teachers I very often call my friends came forward to take notes on the board or to answer questions because he's smart and rich kid. It also continues until I go to college. What I feel is sadness, low self-esteem, envy and despair that leads into the question of why the teacher did not memangil me or the other. Is that smart or just a rich kid who deserves treatment like that.? Is education only for people who are smart and rich? And why I'm not so smart and rich people like my friend? Can I be someone smart in a way that so?
With the example that I feel this (and many other examples that I really wanted to express), I wanted to illustrate that our national education has been unjust and make differences among learners. So that our youth are indirectly been taught how to apply unfair and make a difference. Thus, opening of superior class or grade acceleration will only create social inequalities among students, parents and the community. Who entered in the class are not necessarily superior, but there is also a diunggul-unggulkan because of corruption. Who do not attend class is not necessarily superior because it is not superior to his brain but because the funds are not superior. Likewise, accelerated classes, who are busy rather than the learner, but their parents that their child find a way how to get in that class.
If you want to make a difference, make a difference that can foster independent learners, moral. mature and responsible. Do not just adopt the system of other nations that do not necessarily fit with the character of our nation. Therefore, opening of superior grade and acceleration need to be revised if necessary to eliminate everything.
Another example again, a lecturer angry because some students did not bring a dictionary. Though he himself never took a dictionary to class. And a student who had studied with me came up with tears told me that English was the value 6, which should be 9. Because he often protested to the teacher when learning and do not come home lessons teacher. Inikan! The simplest example that our national education has not been taught how to be fair and eliminate the difference.
OFFICERS MUST IMMEDIATELY AND CHANGING BEHAVIOR clean themselves If we want future generations a moral, honest, noble, virtuous noble character, behave politely, immoral, shameless and not arrogant and not concerned with the interests of individual nations or groups. Then all the officials who held the positions of both the legislative, executive and judicial branches of government must improve itself and give first examples of how honest, noble, virtuous noble character, behave politely, immoral, shameless and arrogant and not concerned with the interests of the nation rather than personal or group to the younger generation Start today.
Because they all are educated people and not a few officials who bear the title Professor. Dr. (No title purchased on sale). They must prove that they are the result of the national education system during this. So if they were proven wrong of corruption, collusion and nepotism, do not look for reasons to avoid them. Point out that they were educated, moral and legal. Do not lie and cheat. If they still do, just the same indirectly they (officials) have given an example to future generations that higher education does not guarantee people to be honest, noble, virtuous noble character, behave politely, immoral, shameless and arrogant and not concerned with the interests of the nation not a person or group. So do not blame if the current generation of easy to imitate what they (officials) have been doing. Because they have felt, seen and experienced officials who have been doing to this nation.
Furthermore, all officials in this country from now on should be responsible and consistent with his words to the people. Because people put their trust in this country willing to below where the fore. But the behavior of our officials, others had different now. Prior to his appointment so they Umbar officials promise to the people, will like this, so later. Anyway, all support the interests of the people. And once appointed, deeds another. A simple example, we often see in the TV room meeting members of the House of Representatives (DPRD), many are empty or there is a nap. Also sad to see it. In fact they've paid, how will fight for people's interests. If the office only to sleep or not come at all. Or there are announcements in newspapers, radio or TV there was no increase in fuel, electricity or drinking water tariff. But a few weeks or months later, a sudden rise with a specific reason. So do not blame the students or the people of demonstrations by issuing words or less ethical behavior toward officials. Because the officials themselves were not consistent. Though the official who holds an S2 or even Prof. Dr. Is this the people generated by our national education during this?
Hope Thus, if we want to print the next generation of independent, virtuous, mature and responsible. Consequently, all involved in education in Indonesia should be able to provide role models who can be role models the young generation. do not just sue the younger generation to behave honestly, noble, virtuous noble character, behave politely, immoral, shameless and arrogant and not concerned with the interests of the nation rather than personal or group.
But the leaders of this nation does not do it. So the only hope of living expectations. Therefore, from now on, all the officials from the highest to the lowest level in legislative, executive and judiciary should immediately halt all forms of adventure who just want to pursue their personal or group interest at the expense of the interests of the country shortly. So Indonesia's young generation has a role model-a model that can be relied upon to build the future of this nation

Tidak ada komentar:

Posting Komentar